Ini kisah fabel dua binatang yang tak sebanding dari sisi ukuran fisik. Dalam kitab al-Qira’at ar-Rasyidah juz 1, kawan-kawan santri di bangku dasar biasa membacanya, sambil mengingat kosakata bahasa Arab:
Tidur singa terganggu ulah tikus, yang berjalan di atas kepalanya. Dengan cepat, tikus kecil itu pun ditangkapnya. Karena tikus terus menangis dan menghiba padanya, singa akhirnya melepasnya.
Beberapa hari kemudian, singa terperangkap jaring para pemburu. Ia mengaum keras dan berteriak-teriak minta bantuan. Tikus mendengarnya. Dengan cepat tikus menghampiri arah datangnya suara, menemukan singa yang kini tak bisa berbuat apa-apa. Tikus berkata, “Jangan takut, aku akan melepaskanmu.”
Dengan cepat, tikus menggigiti tali jaring raksasa itu hingga berhasil memutusnya. Singa keluar dengan selamat, sebelum para pemburu sempat mendatangi tangkapannya itu. Tak henti-henti singa berterima kasih pada tikus, atas jasanya yang telah menyelamatkan hidupnya.
Singa berkata, “Aku tak pernah menyangka, bahwa binatang sekecil dirimu bisa melakukan sesuatu yang tak bisa kulakukan.” Maka tikus pun berkata:
“Jangan kau remehkan yang lebih kecil darimu, karena setiap sesuatu tentu memiliki keistimewaan.”
Inilah inti dari pesan fabel itu. Kita kerap sibuk menelisik kelemahan orang lain, lalu menghakiminya. Sungguh, kematangan kita dalam berorganisasi dan bermasyarakat tampak saat kita bisa ‘memahami’ setiap kelemahan yang tampak itu. Seperti kakek bijak yang tersenyum melihat tingkah polah cucu dan cicit kecilnya.
Berfokus pada kelemahan, akan membuat kita saling mengacuhkan satu sama lain. Dan itu adalah potensi perpecahan yang paling mendasar. Sebaliknya, piawai mengelola setiap kelebihan adalah awal dari prestasi sebuah kerja tim yang kuat dan solid.
Los, 12 Sya’ban 1436/ 31 Mei 2015
Muhammad Ali Said Zair